Gosip Si Polhan dan Si Bhambang


Si Polhan ketiban penyakit aneh. Di dahinya tercoreng sebuah kata “koruptor”. Alhasil, dia tak mau keluar kamarnya. Orang kampung mencari-cari. Biasanya, si Polhan jadi donatur tetap kegiatan kampung. Karena duitnya banyak, dia pun ditetapkan sebagai bendaraha kampung. Tapi kini, si Polhan memang tak lagi menunjukkan batang hidungnya. Di kedai-kedai, gosip soal si Polhan langsung membanjir.

“Kudengar, penyakit di jidatnya itu tak bisa hilang. Dokter bilang, ini tak bisa dioperasi plastik. Kalau dioperasi, bisa-bisa wajahnya berubah total. Si Polhan pun tak mau,” kata seorang ibu yang lagi mengantri minyak tanah.

“Ah, pantaslah si Polhan tak mau. Bagaimana pula nanti kalau dia pulang kampung ke Danau Toba sana, bisa-bisa tak dikenali orang pula dia. Padahal, dia sudah diakui orang dermawan.”

“Itulah, aku sedih lihat anaknya itu, tak berani lagi dia belanja di sini. Anaknya cantik, jarang-jarang orang di kampung dia itu punya anak secantik bak Putri Hijau. Padahal, anaknya sudah cantik, baik pula.”

“Itulah, anak si Polhan-lah yang jadi korban, padahal bapaknya yang sakit. Kudengar, pernikahan anaknya itu pun sedang terancam pula. Aduh makjang, kasihan betul si Polhan itu. Baru memomong cucu, eh, tapi tak mau keluar kamar menjenguk cucunya.”

“Bukan tak mau, tapi tak bisa. Si Bhambang, kepala kampung, tak memperbolehkannya ke luar rumah. Disuruhnya para hansip mengawal rumah si Polhan, biar tak lari. Alasannya, nanti penyakitnya itu bisa menular ke seluruh kampung.”


“Untunglah anaknya itu tahu diri ya. Dibawanya cucunya sama ompungnya. Senanglah si Polhan. Tapi kudengar kemarin, bapak si anak itu pun kurang suka, anaknya dibawa-bawa ke ompungnya..”
“Bah, kenapa pula?”
“Ah, mungkin takut ketularan penyakit ompungnya…”
“Ah, jangan berprasangka dulu. Mungkin, dia mau menjemput saja. Soalnya, kemarin putri si Polhan datang sudah sore. Anak bayi ‘kan tak boleh pulang malam-malam …”

Petugas minyak tanah tergelitik juga mendengar rumpian ibu-ibu kampung itu.
“Woi… emak-emak, jangan ngerumpi saja kalian. Ayo maju…” Setelah antrian bergerak, eh, petugas itu rupanya gatal juga berkomentar. “Kok si Polhannya saja kalian salahkan, si Bhambang juga lah … ,” katanya sambil mengaduk-ngaduk minyak tanah.

“Memang kenapa rupanya si Bhambang, Bang?”
“Ah, kalau saya, penyakit si Polhan itu bukan karena ulah si Polhan sendiri, tapi karena besannya, si Bhambang yang keterlaluan. Masak, si Bhambang mau jadi kepala kampung, besannya dikorbankan. Macammana pula itu?” kata dia sambil geleng-geleng kepala.

“Abang ngomong yang jelas, maksudnya kek mana?”

“Eh iyala…si Bhambang kan mau jadi kepala kampung lagi. Tau la, si Bhambang ini kan suka bersolek, jadi kalau wajahnya tak ganteng lagi, bisa-bisa kalah dia..”

“Apa pula hubungannya wajah bersolek dengan penyakit si Polhan?”

“Gara-gara kegemaran si Bhambang bersolek itulah, penyakit si Polhan datang. Ibaratnya, ini tumbal, kalau bahasa emak-emaknya, ‘susuk’, ‘pesugihan’, syarat pemanis muka, ah, macamlah…Jadi, itu syarat agar wajah si Bhambang itu tambah ganteng dan manis, penyakitnya mesti dibuang jauh-jauh. Jadilah penyakit itu dibuang sama besannya…”

“Loh kok sama besannya pula, mengapa tak sama pengawalnya…?”

“Nah, itu lah..seharusnya si Bhambang ini mau memutar otaknya sedikit mencari orang lain yang bisa ditumpangi penyakitnya. Dan harusnya pun sejak dulu, jangan pas mau jadi kepala kampung, penyakit baru mau disembuhkan. Dia kan kepala kampung, orang nomor satu, bekas hansip pula, jadi paling tidak tahulah cara mengintai musuh alias intelijen. Dia pun mestinya tahu pulalah, bukan besannya itu saja yang bisa ditimpakan penyakit itu, tapi seluruh pejabat kampung juga bisa. Ini kok yang dipilih Cuma besannya…”

“Eh iya juga ya. Kok gak dipikirkannya perasaan mantu dan cucunya ya. Cemanalah tuh nanti, cucunya kalau dah besar bertanya pula, ‘Kok kakek biarkan ompungku masuk penjara?’”

“Kalau itu jangankan menunggu cucunya, putri si Polhan pun sudah melawan. Tak kalian dengar gosip, putri si Polhan menghardik si Bhambang, ‘Percuma saja kepala kampung, kenapa pulak bapak aku yang ditumbalkan kena penyakit itu, kenapa gak orang lain yang dipilih. Percuma saja, huh!’”

“Aduh, inilah kalau nafsu lebih besar dari rasa. Sebenarnya bisa saja si Polhan tak kena penyakit itu, itu kalau si Bhambang mau… Ini si Bhambangnya pun kelihatan tak pande mengobati penyakit. Contohlah wakil si Bhambang itu, si Kayla. Taunya si Kayla itu kalau banyak penyakit-penyakit seperti itu yang hinggap di pejabat-pejabat kampung, tapi semuanya dilindunginya, dicarinya obatnya dan disuruhnya orang supaya tak cerita-cerita soal penyakit itu. Tapi kalo si Bhambang kan enggak, malah dibilang-bilangnya penyakit si Polhan itu ke seluruh kampung…. Hahahaha…aneh kan?”

“Yang pasti, penyakit si Polhan tak bakal sembuh. Karena itu pula keluarga besar si Polhan, kabarnya tak senang lagi sama si Bhambang. Soalnya di keluarga besar si Polhan, si Bhambang ini bukan lagi tak mampu menutupi aib keluarga, tapi sudah menyebar cerita penyakit itu ke seluruh kampung pula. Bukannya mengobati, malah menambah malu saja.”

“Iya, iya, kudengar pun, keluarga besar si Polhan, sudah tak mau lagi memilih dan percaya sama si Bhambang. Manyosal orang tu, katanya…”

“Hoi…sudah-sudah…nanti ditangkap hansip pula kita lama-lama bercerita di sini…taulah, hansip-hansip sekarang garang-garang,” bisik seorang ibu sambil menempelkan telunjuk ke bibirnya.

“Iya, garang. Tapi pencuri masuk juga ke kampung kita…weleh-weleh…”

6 thoughts on “Gosip Si Polhan dan Si Bhambang

  1. Juru bicara Andi Nasution bilang: “Pak Bhambang tidak pernah intervensi terhadap kedai KoPak Kapik, perladangan Jagung dan Poll biri-biri, khususnya penanganan penyakit Pak Polhan. Agar Pak Polhan dapat rileks menghadapi penyakit aneh itu, Pak Bhambang meminta supaya Pak Polhan dirawat, di rumah Bermobil. Permintaan itu kan masih wajar”.

    alamakjang…mati kita…datang pula jubir andi …. hahahaha…ampon-ampon…KO aku kena langgam Medan … hahahaha 😛

    Like

  2. si Polhan …, si Bhambang…si Kayla …kenapa bukan si nheirwan ..ya ? hi hi hi

    inilah kalau emak-emak ngerumpi … hahahahaha 😛

    Like

  3. Aku rasa si Bhambang itu sedih juga. Kayaknya dia mulai mengerti banyak teman-teman nya yang main tendang sendiri. Soal penyakit semua orang ada sakitnya. Dulu pembantunya si Busril yang ditendang, juga si Kamid trus ada lagi sigendut berkaca mata itu. orang-orang energis tapi dicari-cari kesalahannya, khususnya dua yang terakhir. Jadi ini perang antara pembantu dengan kawan lama yang bermain dibelakang.

    Pernah sudah hampir tembongkar penyakit kawan lama itu, ternyata ada rumah kawan lama itu yang hasil penyakit di Acabri, itu lo tukang jahit baju-baju hansip. Tetapi daripada tembongar pula penyakit si Bhambang yang bawahannya di hansip dulu terpakasa kawan lama si TP. Cilalahi itu buru-buru diselamatkan. Padahal penyakinya itu lebih parah, bisa tertular cepat ke orang lain.

    Makanya ngamuk pak katua ppk, nganwar nacution. “lemah kalilah kau Bhambang diumbang-umbang teman-teman mu yang nggak jelas posisinya itu,” begitulah mungkin katanya dalam hati.

    Tapi ternyata media sudah keburu dikuasai teman-teman Bhambang itu, maklum semuanya mantan preman bawah tanah. Dibongkar pak katualah penyakit itu…. tidak peduli siapa yang kena. Ternyata yang mau diketuk jiwanya lebih memilih menyelamatkan diri… dari pada mencari sumber penyakit itu. Padahal kemaren di tempat yang sama bukan hanya si Polhan yang penyakitan tapi juga di Kiranda Multom. Apakah si Bhambang lebih memilih selamat dan bersolek daripada mencari tahu asal penyakit dan memberangus jaringan penghisap harta kampung itu… banyak orang jadi menebak-nebak

    Like

Leave a comment