Pangkostrad Baru, Arah Politik Berubah?


Pangdam I Bukit Barisan, Mayjen TNI Burhanudin Amin, dipromosikan jadi Pangkostrad. Burhanuddin Amin merupakan teman sealumni KSAD Jendral George Toisutta (AKABRI 1976) bagian Infranteri. Sebelum jadi KSAD, George memangku jabatan yang kini dipegang oleh Burhanuddin, yaitu Pangkostrad. Jabatan Pangkostrad adalah salah satu jabatan paling strategis di tubuh TNI AD, institusi militer di Indonesia, dan dalam hal tertentu peta perpolitikan di Indonesia.

Sebelumnya, Presiden SBY telah mengangkat Jendral TNI Djoko Santoso sebagai Panglima TNI. Djoko merupakan alumni 1975. Beberapa hari yang lalu, Letjen TNI Sjafrie Sjamsoedin, juga diangkat sebagai Wakil Menteri Pertahanan. Sjafrie sendiri, ditilik dari tahun alumninya (1974), merupakan senior dari Djoko Santoso. Dengan demikian, Djoko juga merupakan junior Letjen TNI (purn) Prabowo Subianto, yang bersama Sjafrie merupakan alumni 1974.

Dari tahun alumninya, kelihatan kalau dua jenderal yang sebelumnya diramalkan cukup cemerlang yaitu Prabowo dan Sjafrie, “dilangkahi” oleh adik angkatan mereka yaitu Djoko Santoso dan George. Kedua orang yang disebut belakangan, berhasil meraih jabatan dan pangkat tertinggi di bidang militer. Satu sebagai Panglima TNI dan satu lagi sebagai KSAD. Akibat reformasi 1998, kedua jenderal ini mengalami masalah. Yang satu “terlempar” dari kesatuan militer dan yang satu lagi “terpaksa” tersendat-sendat karir militernya.

Namun, ada hal menarik melihat dua elit TNI AD saat ini, yaitu antara George dan Sjafrie. Dilihat dari tempat kelahiran, ternyata kedua-duanya sama-sama berasal dari tempat kelahirannya mantan Wapres Jusuf Kalla, yaitu Sulawesi Selatan. Apa itu adalah faktor signifikan, belum ada jawaban pasti.

Satu hal yang juga menarik adalah orang yang sekarang duduk di jabatan KSAL, yaitu Laksamana Agus Suhartono. Selain merupakan alumni 1978, dia pernah bersama-sama dengan Sjafrie “mondok” di Departemen Pertahanan. Bila Sjafrie dulu duduk sebagai Sekjen Dephan, maka sebelum menjabat sebagai KSAL, Agus adalah Irjen Departemen Pertahanan. Bila kategori “Dephan” bisa dipakai sebagai salah satu indikator, maka tentulah Sjafrie tak seberuntung Agus. Walau jabatan Sjafrie adalah juga promosi, namun Sjafrie tak punya hubungan langsung dengan pasukan, seperti halnya Agus.

Sedangkan KSAU diduduki alumni AAU 1977 yaitu Marsekal TNI Imam Sufaat. Bila tiga matra yaitu darat, laut dan udara, serta institusi kepolisian dihitung, ditilik dari tahun alumninya, maka yang paling “senior” adalah Kapolri Jenderal Pol Bambang Hendarso Danuri. BHD adalah alumni akademi kepolisian tahun 1974. Itu berarti dia satu angkatan dengan Prabowo dan Sjafrie.

Alumni tahun 1974 yang kini masih “menganggur” adalah mantan KSAD, Jenderal TNI Agustadi Sasongko  Purnomo. Dialah lulusan terbaik akademi militer di tahun 1974.

* * *

Yang menggelitik adalah apakah Sjafrie akan sampai ke jabatan sebagai KSAD dan Panglima TNI? Ini memang pertanyaan dari segi politik, dan diambil dari faktor “kesamaan nasib” antara Sjafrie dan Prabowo Subianto, yang seperti yang sudah diketahui oleh umum kalau keduanya punya hubungan kental dan dekat.

Bila Panglima TNI saat ini diduduki oleh alumni tahun 1975, maka Sjafrie jelas ketuaan. UU No. 34/2004 tentang TNI menyebutkan usia pensiun militer adalah 58 tahun. Masih ada opsi perpanjangan masa dinas oleh Presiden sebagai panglima tertinggi. Tapi itu pun hanya satu tahun. Sjafrie yang lahir 30 Oktober 1952, saat ini sudah berumur 57 tahun. Artinya, kalaupun Presiden berkenan untuk memperpanjang masa aktif militernya, itu hanya sampai pada tahun 2011.

Karena itu yang paling cerah masa depannya untuk posisi itu adalah Jenderal Agustadi Sasongko dan Jenderal George. Masalahnya, dari segi umur, Jenderal Agus justru lebih tua dari Sjafrie (lahir pada 6 Agustus 1952). Bila SBY setuju, maka mungkin saja Agus akan jadi Panglima TNI. Namun, kalau dari alasan umur (dan itu berarti usia pensiun), maka Jenderal Djoko Santoso justru lebih muda satu bulan (8 September 1952) dari Jenderal Agus.

Itu artinya, keputusan untuk mengangkat Panglima TNI tidak akan ditilik dari sisi usia pensiun elit TNI yang ada sekarang, melainkan dihitung dari posisi dan kondisi politik yang berkembang.

Karena kalaupun ada “dugaan” dipilihnya seorang pati menduduki jabatan Panglima TNI ataupun KSAD, adalah untuk “dinamisasi” dan agar gerbong regenerasi di tubuh militer tetap terjaga, porsinya pun tak akan setinggi prioritas “pilihan politik” tadi. Tentu, tetap akan ada orang yang berpendapat, alasan dinamisasi itu sendiri adalah argumentasi klise.

Adalah logis bila alasan politik yang menjadi ukurannya, otomatis struktur kekuasaan dan proses politik di luar tubuh TNI (tanpa membuang sama sekali proses di internal TNI), yang menjadi titik perhatian.

Proses politik itu pun harus dibagi dua yaitu kondisi kontemporer dan prediksi kekuasaan di masa mendatang. Variabel ini juga mesti dilekatkan dengan faktor rivalitas antara elit militer yang bertarung di kekuasaan saat ini yaitu Jenderal TNI (purn) SBY (Demokrat), Jenderal TNI (purn) Wiranto (Hanura) dan Letjend TNI Prabowo Subianto (Gerindra).

Bila faktor kekuasaan masa depan yang dihitung terlebih dahulu, maka Jenderal SBY dan Jenderal Wiranto sebenarnya dalam masuk posisi yang lebih lemah dari Prabowo. SBY telah (dan sedang) menjalani dua periode kepresidenan, sementara Wiranto sendiri banyak memprediksikan dia sudah masuk “usia senja politik”. Sementara Prabowo, ditinjau dari segi umur dan posisi politiknya saat ini, justru diperkirakan akan menjadi salah satu calon terkuat di pentas pemilihan presiden yang akan dilakukan hanya empat tahun lagi, 2014.

Kalau itu bisa disetujui, maka apa yang sedang terjadi di tubuh TNI-AD sekarang, peran Prabowo tidak bisa dinafikan. Dengan masih tetap kuatnya posisi Sjafrie di Departemen Pertahanan, ditinjau dari alasan historis-alumni AD-serta faktor X (yang sedemikian kompleks untuk melihat kekuasaan), bukan tidak mungkin Sjafrie saat ini adalah kartu Prabowo di militer.

Walau demikian, bilapun benar Sjafrie adalah kartu Prabowo, demi kekuasaan di masa depan, Sjafrie sendiri memang tak harus menjadi KSAD ataupun Panglima TNI.

* * *

Tentulah Jenderal SBY tidak akan tenang-tenang saja. “Trah” SBY juga melingkupi perwira tinggi militer. Di antara yang paling mengemuka adalah Mayjen TNI Pramono Edhie Wibowo, seorang alumni akademi militer tahun 1980, yang kini menjabat sebagai Panglima Kodam Siliwangi. Namun bukan itu saja yang membuat nama Pramono begitu “wangi”. Seperti diketahui publik, dia adalah adik kandungnya istri SBY, Ani Yudhoyono, yang mereka berdua adalah anak kandung dari perwira militer yang juga punya reputasi mengagumkan di Indonesia yaitu mantan Komandan RPKAD, Sarwo Edhi Wibowo.

Memang, adalah terlalu pagi untuk mengatakan Pramono sedang disiapkan untuk kursi kepresidenan bila hal seperti “oligarkhi” dapat disepakati. Namun, paling tidak langkah politik rival SBY di tubuh militer tidak akan semudah membalik telapak tangan. Apalagi posisi Pranowo sebagai Pangdam Siliwangi sekarang, di tubuh kotama AD sangat strategis.

Dengan demikian, adalah juga menarik melihat peran mantan Pangdam Silingawi yang digantikan Pranowo yaitu Mayjen TNI Rasyid Qurnuen Aquary, yang kini menjabat sebagai Asisten Intelijen Panglima TNI. Adalah menarik ketika sebelumnya Rasyid diisukan sebagai Sekretaris Menkopolhukam, Djoko Suyanto -yang dikenal dekat dengan SBY- namun kemudian tidak jadi menduduki jabatan tersebut. Tentu di samping itu juga, posisi Danjen Kopassus yang sekarang, yaitu Brigjen Lodewijk Freidrich Paulus, juga tidak bisa diremehkan begitu saja.

* * *

Fenomena yang terjadi di tubuh militer akan sangat menentukan dinamisasi politik di negeri ini. Mulai dari sebelum Indonesia merdeka, 1945, 1957, 1966, 1974-1978 hingga reformasi 1998, dapat dilihat, apa yang sedang terjadi di tubuh militer dan konstelasi politik kekuasaan di Indonesia, dapat dimasukkan dalam konsep “sebab akibat”, bahkan dalam hal tertentu menjadi simbiosis.

Karena itu pula, kisruh politik masa kini (2009-2010) dengan adanya Pansus Century, yang diyakini sebagian orang akan mengarah pada proses pemakzulan Presiden SBY yang notobene adalah seorang jenderal militer, punya hubungan kuat dengan apa yang sedang terjadi di militer. Satu dengan yang lainnya tidak bisa dipisahkan.

Jenderal George Toisutta yang kini menjadi KSAD, dus, punya peranan yang sangat signifikan dalam menentukan nasib Indonesia pasca 2010. Benarkah?

11 thoughts on “Pangkostrad Baru, Arah Politik Berubah?

  1. Negara-negara dunia ketiga yang dibangun dengan dasar kepercayaan atas kolaborasi militer dan birokrasi, atau sebetulnya lebih tepat disebut militer yang dipaksa-jelmakan jadi birokrasi, sudah berlalu. It belong to the past. Ingin melawan trend dunia? Bagaimana caranya? TNI menjadi seperti itu (militerisme zaman Soeharto) juga sebuah keniscayaan dunia yang disebut untuk stabilitas pemeritahan bagi mudahnya imperialisme Barat.

    Memang selalu banyak keterlambatan yang perlu diceritakan dalam perkembangan dan pertumbuhan Indonesia. Soeharto menjadi Ketua Negara Non Blok saat Perang Dingan (Blok Barat dan Timur) sudah bubar. Saya pun heran sekali saat itu, siapa sebetulnya yang menyematkan “pangkat dan jabatan kosong” ini kepada Soeharto yang di akhir masa jabatannya berusaha meraih banyak julukan (tapi masih kalahj dengan Soekarno yang antara lain mendapat 50-an gelar doktor HC, yang teraklhir Dr HC bidang Ilmu Kalam dari Universitas Muhammadiyah Jakarta).

    Sekarang FTA, luluh lantak ekonomi nasional menjadi kenyataan, sedangkan antisipasi atas kondisi yang sudah “desepakati” sejak lama ini jelas tidak ada. Pencairan hubungan diplomatik Indonesia dengan China (dulu) ditandai oleh perilaku yang amat sangat berbeda. China langsung menggarap bagian yang signifikan, bahkan termasuk menguasasi pelatih wusu. Indonesia hanya datang dengan pimpinan bos-bos birokrasi bersama orang-orang Kadin berbicara-bicara dalam forum merancang ini merancang itu dan tertawa ceria (saja).

    Menganalisis persoalan Indonesia dengan kutak-katik posisi pajurit ini dan prajurit itu, satuan ini dan satuan itu, sudah semakin tak relevan. Bahwa TNI itu hebat, ya terbatas pada denifisi hebat menurut mereka. Let it belong to the past.

    “Selamat pagi ketua, apa petunjuk? Ok Saya segera merapat. Izin ketua, dimana posisi?” Nah itu sebuah kebiasaan bertelefon anak muda hari ini. Bahasa militer. Saksikanlah orang-orang sipil belepotan dengan alam fikiran dan gaya militer. Itu menyulitkan kebangunan Indonesia dalam banyak hal yang tak terbantahkan. Masalahnya disini ialah civil society yang belum mau tumbuh, dan alangkah ruginya.

    Maaf, bagi yang kebetulan militer tanggapan ini tak berniat mendikhotomikan sipil dan militer dan apalagi menganggap militer deferior. Masanya sudah lewat. Itu saja.

    Akhirnya harus dikatakan, “militer” terakhir di dunia politik baru kita saksikan pada pemilu 2009. Ke depan akan sangat berbeda. Prabowo Subianto tetap sajalah di pentas, tetapi tak ada jaminan akan menjadi “panglima tertinggi”. Basis dukungan melemah telah bertemu dengan dasar-dasar akuntabilitas dalam proses-proses politik dan kenegaraan yang amat sangat berbeda dengan zaman dulu. Salah satu yang sedang saya bayangkan antara lain ialah, jika hari ini sudah semakin lazim para petinggi negara dimintai pertanggungjawaban di mahkamah politik dan hukum, maka nanti itu orang-orang dari karir militer pun akan semakin lazim. Pendekatan untuk pelepasan usaha-usaha berbasis back up militer sudah dipreteli habis.

    Memang belum “semaju” perlakuan terhadap orang sipil yang (misalnya) Wapres aktif pun di”terdakwakan”. Itu semua menandai perubahan baru yang signifikan menggerus apresiasi terhadap asal muasal karir (militer ayau bukan)untuk mselanjutnya pindah ke basis apresiatif lain: keterampilan (kapasitas dan kapabilitas)dan basis politik komunal. Di sini figur, network dan budget berbicara (terutama dalam era one peson one vote) lantang selantang-lantangnya, apalagi menjadi transaksional politik pula.

    Hah hah hah. Capek deh mikiran negeri yang terbelakang terus.

    Like

  2. masih ada yang tertinggal. Jadi banyak orang yang menganggap menangnya SBY karena tim-tim bergaya militer, sekoci, ini, itu dan lain sebagainya yang dibayangkan misterius. Cobalah simak George Junus Aditjondro yang menobatkan diri sebagai Presidential Watch. Bagi dia, uang yang memenangkan. Ingatlah BLT, Raskin, BOS, dan lain-lain. Dalam kondisi ekonomi yang amat sulit, politik transaksional pun jadi pilihan. Stomach cannot wait dan demokrasi itu haram jadah bagi kondisi itu kan?

    Utang menjadi begitu besar. Jadi bukan karena pangkat militer.

    Like

  3. Tak ada yang berlalu di Indonesia, selama Pancasila masih menjadi dasar negara. TNI sesuai sumpah prajurit dan sapta marganya akan tetap mengawal Pancasila, sehingga cuma para militerlah yang berhak atas status “Pahlawan Revolusi”. Kalau kita setuju Indonesia merupakan negara terbelakang, maka itu menandakan tak ada kondisi yang berubah di Indonesia sejak merdeka kemarin itu hingga sekarang dan di masa depan.

    Demokrasi transaksional adalah bukti begitu lemahnya sistem demokrasi itu. Buku Militer dan Politik, menceritakan begitu rapinya perwira-perwira menjelma menjadi penguasa “profesional” terutama setelah era Perang Dingin pasca 1960-an, dan memanfaatkan celah paling lemah dari demokrasi yaitu “people elected”. Beberapa contoh yang dikemukakan adalah perwira militer di negara modern seperti Jerman, Inggris, Amerika, Jepang dan Korea.

    Saya belum mendengar George Junus Aditjondro membahas transkip Departemen Keuangan yang “tiba-tiba” berada di tangan Bambang Soesatyo (FPG). Bila itu benar, seharusnya dia tidak meluputkan itu dalam pembicaraan “demokrasi transaksional”. Bukan hanya sekedar BLT, Raskin, BOS de el el…

    Like

  4. Mungkin, TNI tidak sendirian. Tipe perwira profesional dalam militer modern juga menjadi keumuman di negara-negara lain, bahkan Amerika (George W Bush adalah seorang perwira penerbang dan eks Menlu Luar Negeri AS, Collin Powel yang mantan Kastaf militer AS). Determinasi militer dalam negara akan sangat-sangat susah bila hanya dibendung dengan konsep “civil society” … Thanks atas mampir dan komennya Suara Bawah Tanah … situs Anda sangat mencerahkan. 🙂

    Like

Leave a comment