Terorisme dan Pemilu, Negara Akan Lebih Berkuasa daripada Rakyat


Sudah muncul wacana dari “kubu” pemerintah Indonesia kalau perangkat undang-undang terlalu lemah untuk mencegah terorisme. Apalagi UU Subversif sudah tak ada lagi. Alasannya logis; negara seharusnya tak menangkap teroris hanya setelah ada bukti kejadian ledakan terlebih dahulu. Kegiatan pencegahan lebih efektif daripada hanya menangkap teroris. Negara, oleh karena itu, perlu kewenangan yang lebih besar dari sekarang.

* * *

Tak ada salahnya mengibaratkan negara seperti deskripsi Plato dalam “Polis”-nya. Beberapa literatur melukiskan segerombolan orang berkumpul dalam sebuah ruangan yang mirip-mirip dengan miniatur Colloseum-nya dictatorRomawi. Di sana, para perwakilan ataupun pejabat-pejabat “kampung”, membicarakan sesuatu hal yang secara geografis dan geopolitik lebih luas dari ukuran ruang dan banyaknya orang yang ada di dalamnya.

Hampir dipastikan ruang lingkup negara mengalami reduksi ruang. 200 juta orang Indonesia menyerahkan “aspirasi” politiknya kepada 500 orang perwakilan di DPR. Ada penambahan lagi dari anggota MPR. Secara kuantitatif, maka hanya nol koma nol nol nol nol sekian persen orang yang diserahi tugas untuk mengemban amanah seluruh orang Indonesia. Kalau mengambil analogi dari metodologi penelitian, maka keanggotaan perwakilan rakyat itu ibarat sampel.

Namun jangan lupa, adagium penelitian yang berbunyi; semakin besar besaran sampel atau malah misalnya menjadi populasi sampel maka tingkat representasinya juga makin besar. Semakin kecil jumlah sampel maka akan semakin kecil pula levelnya. Tak hanya level, namun selang kepercayaan dan kadar error juga akan semakin besar. Ujung-ujungnya, kalau makin kecil, maka tingkat pengambilan regeneralisasi-nya juga akan semakin dipertanyakan.

Jadi pertanyaan-pertanyaan seputar apakah wakil-wakil rakyat yang ada di DPR RI, sudah mewakili seluruh Indonesia, akan mendapat jawabnya. Ingat juga pemilu juga menyisakan angka populasi “golput” yang cukup besar. Jadi, kalau ada gugatan soal legitimasi keterwakilan rakyat dalam DPR RI, itu wajar saja. Pemilu dalam hal ini menjadi ujung tombak apakah yang dihasilkan itu akan membawa perubahan atau tidak. Kalau Pemilunya tak beres, maka tingkat error akan semakin besar. Tak cuma error di sampelnya tapi juga pengambilan kesimpulan.

Itu yang sering diabaikan. Kalaulah metodenya salah, maka pengambilan kesimpulan atau jawaban-jawaban pertanyaan penelitian, tak layak lagi diajukan. Kalau Pemilunya ternyata error, maka akan tak layak pula hasil-hasilnya dikedepankan. Apalagi kemudian yang dihasilkan pemilu itu nantinya adalah produk-produk perundang-undangan, atau dengan kata lain, kebijakan-kebijakan kehidupan berbangsa dan bernegara, maka akan terjadi sebuah centang-perenang yang luar biasa dan terjadi dalam skala yang massif dan fundamen.

Jadi Pemilu menjadi titik sentral kekisruhan yang mesti dibersihkan dan dibetulkan metodenya dalam sebuah negara yang mengedepankan sistem demokrasi. Kalau itu rusak, maka rusaklah semua. Kecuali kita sudah tak sepakat lagi dengan demokrasi.

* * *

Bila direlasikan dengan filosofi eksistensi negara, maka akan terjadi kekisruhan yang luar biasa tragis dari konsep kenegaraan; “Yang manakah yang eksis: negara atau rakyat?”

Ada link yang tegas antara rakyat dan negara, yang antara keduanya dijembatani oleh proses politik. Negara boleh tak ada, tapi rakyat akan selalu ada. Dalam sebuah kontrak, maka rakyat sebagai pemilih sah dari negara, berada pada struktur teratas. Jadi posisinya tidak sejajar dengan negara dan negara berada di bawahnya.

Dengan demikian, ketika rakyat membatalkan kontraknya kepada negara, maka rakyat tak punya konsekuensi apa-apa. Rakyat tak perlu ganti rugi, tak wajib membayar kompensasi dan seterusnya.

Via terorisme, kini negara meminta kewenangan yang lebih besar. Negara tidak langsung meminta kepada juragannya, si rakyat tadi, melainkan kepada perwakilan-perwakilannya yang dihasilkan oleh proses pemilu yang dipertanyakan. Inilah keanehan yang amat sangat luar biasa.

Anehlah bila si rakyat memenuhinya. Karena dengan perangkat kewenangan tadi, justru negara akan semakin kuat mencengkram leher rakyat. Secara lebih jauh, negara terus berusaha untuk mengubah posisi antara rakyat-negara; negara ingin lebih besar dari rakyatnya sendiri.

Masyarakat bukan tak perlu keamanan. Tapi ketika UU Subversif itu dulu dicabut, masyarakat telah merasa bahwa UU itu lebih ingin memperkosa hak-hak yang selama ini dimilikinya daripada melindunginya. Masyarakat menjadi tak bebas lagi karena negara lebih mengedepankan kecurigaan daripada mengamankan. Rakyat akan semakin dimata-matai oleh negara. Dan hanya karena apa yang ditemukan dari proses “curiga” itu, rakyat boleh ditangkap oleh negara.

Sudah terlalu banyak kebijakan negara yang diatasnamakan rakyat namun justru berusaha mempreteli kedaulatan rakyat. Kebebasan berpendapat dan berpikir akan mulai diperkecil, kemudian kebebasan berorganisasi, dan lantas kebebasan untuk melakukan gerakan politik dan seterusnya-seterusnya.

Babak Orde Baru sedang dimulai di negeri ini. (*)

18 thoughts on “Terorisme dan Pemilu, Negara Akan Lebih Berkuasa daripada Rakyat

  1. Babak Orde Baru sedang dimulai di negeri ini.
    Selamat datang … wajah baru orde baru … mungkinkah lebih mengharu biru..
    btw… episode pertama kira2 bercerita apa?

    Like

  2. UU Anti Teroris akan mengamcam ruang pribadi rakyat, dengan kata lain ruang publik akan semakin terbatas.
    seseorang bisa saja dipenjara berpuluh-puluh tahun hanya karena dituduh seseorang yang terkait dengan Al Qaeda..

    yup. itu bahaya.

    Like

  3. eh, ak bingung deh, kenapa ya kok banyak teror bebrapa tahun belakangan ini? kita lo padahal udah religius, hidup bener, tapi pasti ada somethin ga beres, apa yah

    negaranya gak beres.

    Like

  4. eh, ak bingung deh, kenapa ya kok banyak teror bebrapa tahun belakangan ini? kita lo padahal udah religius, hidup bener, tapi pasti ada somethin ga beres, apa yah

    Like

  5. teroris itu kejahatan extra ordinary, selain Korupsi..maka tindakan-tindakan pemberantasannya juga harus “di luar kebiasaan”…untuk Kasus Korupsi…Negara telah membentuk KPK….dan hingga hari ini–meski belum sempurna–sukses membuat Koruptor takut, walhasil rakyat-pun senang. kewenangan KPK-pun Super…Penyadapan sah, memeriksa pejabat negara tanpa harus minta izin ke Presiden. Perangkat UU Tipikor-nya jelas…KPK dibentuk karena Korupsi merajalela..sementara Poisi dan Kejaksaan Mlempen..

    Untuk Kasus Terorisme yang belakangan Marak, Polisi tampak grogi, Kejaksaan bahkan kehilangan Taji..perlu dibentuk UU anti terorisme baru, yang salah satu rekomendnya…dibentuk “Komisi Pemberantasan Teroris(isme) (KPT)..negara harus memberi “dia” kewenangan besar..Penyadapan boleh, bebas melakukan penyidikan tanpa diblokade birokrasi, aktivitas intelegen kuat dan seterusnya..dengan demikian negara Aman, walhasil Rakyat senang..

    UPs jangan dibilang mirip ORBA….Di Malaysia ada ISA yang membolehkan polisi boleh menangkap tersangka teroris tanpa proses peradilan, rakyatnya oke-oke saja, Di Amerika, pasca 9/11 ada UU anti teroris juga, yang isinya Negara boleh mematai-matai aktivitas publik…toh aktivis pro Dem disana oke-oke saja…

    sudah lah..jangan “centil” lah bikin tulisan..

    tapi Anda suka kan? hahahahaha … coba diperkuat lagi argumen bantahannya. 😀

    Like

  6. hanya perlu waktu 11 tahun sejak peristiwa 1998 ternyata siklus sudah kembali lagi ke Orde Baru.

    atau jangan-jangan sejak 1998 sampai sekarangpun ternyata memang masih Orde-Baru?!

    petunjuk untuk itu tampaknya semakin jelas. 🙂

    Like

  7. 1. Wacana yg sangat membangun 🙂
    2. Bagi saya orang awam.. Tentu banyak hal yg tidak muat utk saya fikirkan.. Dan yg terbaik utk saya lakukan adalah:
    >Tut Wuri Handayani, mendukung terhadap hal2 yg bersifat positif.
    >Mamayu Hayuning Bawono, turut serta menjaga perdamaian dan kelestarian Alam Semesta.
    Maju terus mas.. salam kenal. 🙂

    oke sip thanks, mas. 😀

    Like

  8. Benarkah sekarang seperti orde baru, ?
    kalo ia banyak yang ga di tangkap yang mengkritisi pemerintah bahkan jelek-jelekin pemerintah. Wah beda ya dengan dulu. wah setuju juga kah Undang2 subversif di berlakukan lagi? kalo setuju ya . yang penting pengawasaan dan aturannya mungkin di tambahkan (revisi) sehinga masyarakat hak-haknya tidak dilangar.dan kebebasan berpendapat mempunyai ruang yang cukup.

    saya gak pernah setuju UU Subversif. 😀

    Like

  9. mungkin bener kata mas mahendra. kita kembali ke sikuls orde baru. Terbukti presiden baru muka lama terpilih kembali.
    weleh ngawur…!

    yup, tanda-tandanya semakin terang. 😦

    Like

  10. haddiiirr…
    tau ahh, mumet aku 🙂
    orde lama, orde baru, orde reformasi atao apalah namanya 🙂
    emang ada yang beda, cuma kemasannya aja tuh 🙂
    cu…

    bedanya ada, tapi sekarang makin tipis. 😀

    Like

  11. @ Bang Nirwan . (Numpang mampir lagi…..)

    Judul : “Terorisme dan Pemilu, Negara Akan Lebih Berkuasa daripada Rakyat”

    Berkaitan dengan ledakan BOM kemarin 99,999999% rakyat indonesia semua mengecam tindakan biadab dan mengutuk perbuatan yang tidak manusiawi telah memporak-porandakan segala sesuatu berkaitan dengan kelangsungan hajat hidup orang banyak.

    Yang menjadi pertanyaan pada umumnya :

    => Belum ada pernyataan/komentar dari sang eksekutor yang bertanggung jawab ?

    => Penyidik hendaknya global/total tidak memilah2/membatasi dari isu/ruang terkait yang sedang berkembang/beredar di masyarakat saat ini :

    *) Tidak sukanya ………. NKRI jika stabil dan aman
    *) Adanya upaya penyudutan/mengkambing hitamkan seolah melulu gerakannya dari yang berbasiskan Islam (memecah belah)
    *) Sengketa wilayah/teritorial kelautan selesai/proses…… peledakan beraksi
    *) Adanya dendam kekecewaan terselubung berkaitan proyek, dana, jabatan atas usahanya yang kandas (intern/extern makro)
    *) Peluang/memanfaatkan dalam mencari keuntungan/kepuasan dari situasi yang sedang kisruh/gonjang-ganjing ini.
    *) Berinisyatif sendiri/kelompok kecil tanpa diketahui induk kelompok/organisasi dan berlindung diketiaknya.
    *) Politik
    *) Meng’adu-domba
    *) dan buanyak lagi ……………..

    Yups, Ayooo sebagai warga negara kita bersatu memerangi pecundang/teroris/perusak yang berada dimuka bumi ini, apapun bentuk bantuan/perbuatan/emansipasi ……….. yang dapat disumbangkan demi NKRI yang kita cintai ini.

    Petugas dan Abdi negara janganlah terlena dan mengulangi kekecewaan kami…………….

    lanjutkan bung taubat… hehehe 😀

    Like

Leave a comment