Pemilu yang Menjijikkan


Saya tidak menyontreng di Pemilu Legislatif 9 April kemarin. Saya golput. Kalau menuruti apa kata MUI kemarin, yang pasti dosa saya paling tidak sudah bertambah satu lagi.

Sebagian kawan mengatakan saya sudah tak peduli lagi dengan negeri ini. Saya mengangguk. Sebagian kawan mengatakan, harapan itu masih ada. Saya menggeleng. Sebagian kawan berujar, seharusnya contreng saja, toh tak ada ruginya. Saya mengangguk dan menggeleng.

Tapi kemudian, teman-teman saya yang golput justru menjadi pemenang. Angkanya rata-rata ada di kisaran 40-50%. Dengan kisaran itu, maka legitimasi partai politik (berikut caleg-calegnya), akan sedemikian lemah. Kalau ini diteruskan hingga Pilpres nanti, maka akan terjadi kegoncangan kekuasaan, yang menurut saya, akan luar biasa.

Pertama, parlemen akan semakin menjauh dari aspirasi masyarakat . Jurang itu akan sedemikian dalam. Korelasi antara anggota dewan dengan rakyat yang sebelumnya sudah jauh (karena bertemu hanya ketika akan Pemilu) akan semakin melebar. Akibatnya, apapun yang akan dilakukan oleh anggota dewan, mereka tidak akan peduli. Tapi ketika anggota dewan itu kena masalah, misalnya korupsi, maka rakyat akan tertawa terbahak-bahak sambil bilang, mampus lu!

Parlemen yang menjauh, di satu sisi, tentu akan menjadikan parlemen seagai salah satu poros kekuasaan yang dari segi kontrol sangat minimal. Konsekuensinya, mereka akan terus dengan leluasa merangsek di kekuasaan eksekutif. Korelasi antara eksekutif dan legislatif yang seharusnya antara pengawas dan yang diawasi, justru menjadi korelasi simbiosis mutualistis: saling menguntungkan satu sama lain.

Dulu ini pernah terjadi di amannya Soeharto. Payung hukumnya adalah pola kemitraaan antara legislatif dan eksekutif. Di masa lalu, eksekutif begitu dominan dengan memberi kompensansi-kompensasi tertentu kepada legislatif. Tak heran, ketika masa orde aru, anggota dewan juga merangkap sebagai kontraktor proyek-proyek pemeirntah. Ini masih akan terus terjadi hingga sekarang dan masa akan datang.

Pola seperti ini menjadikan koalisi parlementer adalah inheren dengan koalisi di pemerintahan. Satu yang menjadi alasan adalah kuatnya pemerintahan di parlemen menjadi syarat logis bagi kuatnya pemerintahan. Sejarah menjadi salah satu argumentasi, terutama pada kisruh pemerintahan di masa demokrasi terpimpin, di mana kabinet harus jatuh bangun karena tidak kuatnya pemerintahan.

Ini semua terjadi karena Indonesia tidak pernah konsisten untuk menerapkan sebuah kabinet yang benar-benar presidensial, di mana Presiden mempunya posisi yang sangat kuat untuk menentukan jajaran kabinetnya. Presiden Indonesia mesti lebih dulu berkonsultasi dengan parpol (terutama yang mendukungnya) untuk menyusun kabinet. Itu karena Presiden yang ada hingga sekarang tak punya program apapun untuk memawa Indonesia maju. Karena program tidak ada, maka tentu saja dia tak punya gambaran tentang siapa orang yang tepat untuk duduk di kabinetnya.

Akibatnya, inti pemerintahan hanya persoalan sharing of power saja. Legitimasi yang lemah melalui Pemilu, plus tidak ada parpol yang mayoritas, menjadi indikator dari itu semua. Presiden terus diancam oleh bayang-bayang instabilitas kekuasaan. Konsekuensinya, selama periode pemerintahan, yang terjadi di Indonesia adalah bagaimana agar Indonesia hanya tetap ”ada” dan bukannya bagaimana agar Indonesia mampu untuk maju.

Program pemerintahan yang akan membawa Indonesia untuk maju dan mensejajarkan dirinya di depan bangsa-bangsa yang maju, tidak akan pernah ada, selama Indonesia dipimpin oleh seorang Presiden yang lemah dan tak punya visi dan misi untuk maju. Presiden Indonesia disetting dengan manisnya hanya untuk memenuhi administrasi tata negara yang menunjukkan bahwa di Indonesia ada presiden.

Pemilu 2009 kemarin adalah gambaran untuk itu. Tampaklah pemilu itu tidak mementingkan apa yang seharusnya dilakukan agar Indonesia bangkit dari keterpurukan yang berkepanjangan. Pemilu kemarin hanyalah sebuah proses untuk memenuhi keadministrasian negara belaka.

Karena Indonesia ternyata tak ingin berubah. Masyarakat miskin dan lapar sangat mudah untuk dikadal-kadali. Kasih mereka bLT sebelum pemilu, maka dia akan memilih Anda. Itu adalah money politic yang paling memuakkan yang pernah ada. Hitunglah berapa belas juta penerima bLT, dan itulah yang menjadi indikator naiknya suara Partai Demokrat tahun 2009 ini. Kalau misalnya statistik mengatakan ada 10% orang Indonesia yang miskin, itu menandakan ada lebih dari 20 juta orang. Dan kalau hanya 50% dari 20 juta itu memilih Anda, maka Anda akan menang Pemilu!

Dari segi permainan politik, hal itu perlu diacungin jempol, tapi dari segi keinginan untuk merubah bangsa ini, itu adalah hal yang sangat menjijikkan: bagaimana rakyat miskin dan lapar terus dibohongi dan dibodohi untuk kepentingan elit dan kekuasaan.

Siapa yang ingin perubahan kalau ternyata kondisi sekarang ini lebih nikmat? Kalau kita tak ingin berubah, itu karena kita memang tak punya gambaran soal masa depan itu akan lebih baik atau tidak. Kita takut, jangan-jangan kalau kita berubah, nasib kita malah justru lebih buruk.

Sebagai bangsa, kita memang kumpulan dari orang-orang yang tak punya mimpi dan niat untuk merubah masa depan kita. Kita adalah bagian terbesar dari penerima bLT itu; miskin, lapar dan bodoh dan karena itu pula akan memilih siapapun yang akan menyuapkan kita sesuap nasi.

Kita seharusnya malu dengan Pemilu 2009 ini!

25 thoughts on “Pemilu yang Menjijikkan

  1. Waduh Mas Nirwan habis dari mana saja kok hilang lama sekali? Saya kira anda diculik preman politik gara-gara tulisan anda. Soal pemilu kemarin, saya mencontreng mas. Dari empat jenis surat suara yang saya contreng masing-masing adalah: satu untuk logo Pancasila (pojok kiri atas), satu untuk logo pemilu (pojok kanan atas), serta karikatur alat tulis di pojok kiri dan kanan bawah masing-masing satu. Saya rasa mereka adalah ‘wakil rakyat’ yang paling tepat saat ini. Ha…

    😀 hampir. hihihi.. jadi pemenang dong…

    Like

  2. Yah, Bang. Pemilu 2009 sudah busuk, menjijikkan lagi. Masalah DPT menjadi Pemilu terburuk sepanjang sejarah Indonesia.
    Dengan melihat gerakan politik partai, rata-rata mencari kekuasaan. Demi kekuasaan, para politisi berani membohongi rakyat yang masih tidak cerdas.
    Biarlah, kebusukan tidak akan dapat ditutupi, waku yang akan berbicara. Kelak generasi mendatang akan tahu kebusukan mereka.
    Pada pilpres ini pun kita bisa menebak, siapa yang menang. Dan selama 5 tahun kedepan, tampaknya rakyat Indonesia masih senang hidup menderita, kayaknya rakyat Indonesia sudah menerima kondisi ini menjadi hal biasa bahkan mensyukui penderitaan ini karena nenek moyang kita telah terjajah ratusan tahun oleh kolonialisme, sehingga jika ada orang membuat kita menderita atau bohong, masyarakat menerima dengan legowo.
    Terima kasih atas niat dan usaha Bang Nirwan yang mau berbuat sesuatu bagi negara yakni memberi edukasi kepada masyarakat agar “bangkit dan sadar”.

    at least, ada org yg sependapat dgn saya…terimakasih untuk itu. 🙂

    Like

  3. @ bang nirwan
    ya memang akhirnya yg menang golput jg…

    dan jg pemilu terburuk dari yang buruk….

    tapi gimana nih bang, sikap kita di pilpres nanti?

    ditunggu nih analisa capres yg bertarung nanti…

    Susilo-HNW, Mega-Kalla, Amien-Prabowo… 🙂

    Like

  4. jika seluruh indonesia adalah golput.. maka ratu adil telah tiba *halah*

    btw mang pimpinan tanpa rakyat bisa disebut pimpinan? 😆

    ya iso-isoin ajah 😀

    Like

  5. Saya dukung bang Nirwan jadi presiden RI!
    Pasti Indonesia langsung makmur sejahtera!

    mantap! (halah!) 😀

    Like

  6. ya pemilu ini masih menyisakan tanda tanya, begitu besar angka golput atau carut marut DPT – 40 % – membuat legitimasi ini agak sedikit tercoreng. Pasti ada yang tak beres.

    memang tak beres.

    Like

  7. Saya juga golput dan kita “menang”.
    Bagaimana kalo kita adakan pemilihan presiden dari partai golput… 🙂

    ya dirikan KPU dulu dong..hehehe

    Like

  8. Semoga bukan karena banyaknya dana yang dikeluarkan untuk kampanye sehingga font tulisan harus dihemat sampai sekecil-kecilnya…

    Jangan khawatir GOLPUT HALAL

    Wkwkwkwkwk… Tabik kawan… 🙂

    hihihihi… nggak dong, not yet.. wakakakkkkk 😀 kata MUI golput Haram, sy gak setuju, lgsg dosen sy marah-marah 😀

    Like

  9. Disana pun Politiknya kotor juga ya. Siapa bakal Presiden Indonesia agaknya?

    politik kayak pisau juga, tergantung cara pakainya. if u ask me, i ll answer Amien Rais 😀

    Like

  10. Sebenarnya yang saya tunggu bukan….SBY berkoalisi dengan siapa aja..atau Mega+GusDur+Prabowo+Wiranto+Bursah+20 tokoh lain ..yang “memaki secara halus” pemerintah dan KPU…yang saya tunggu lebih dari itu….

    “apa fatwa MUI atas ketidak profesionalan dan kenaifan KPU yang menyebabkan banyak orang deipaksa berdosa karena misti GOLPUT?”

    dan apa tanggapan….
    Ketua KPU yang Picinya menjulang kayak monas tapi kerjanya ancur kayak bendungan situ gintung?

    ato gaya berkelit simbak andi Nurpatti yang bicaranya sok imut-imut intelek (apalagi kalok tampil di talkshow” atas tugasnya yang nyata-nyata amburadul….

    jika mereka ditembak ama fatwa MUI?…

    tapi kok sampai hari gene MUInya gak ngomong nih…

    MUI tak disuruh si susilo ngomong… 🙂

    Like

  11. Kita ? kita siapa…

    pantesan pemerintah & DPR amburadul, orang yang “pinter dan bener” pada golput…

    MAJU TERUS BANG !!!

    walau ke jurang, kita akan terus maju! 😀

    Like

  12. Tulisan anda ini yang Justru memuakkan…dan Menjijikan..anda harus juga menganalisa, Golput yang anda klaim menang itu, Golput Ideologis seperti anda itu, atawa Golput admistratif…

    Jika itu Golput ideologis, saya sepakat, itu adalah gambaran, bahwa Masyarakat kita memang tak peduli dengan kemajuan bangsa ini, tapi jika itu Golput administratif, artinya, anda harus mengkoreksi bahwa rakyat sebetulnya sadar demokrasi hanya “Dipaksa Golput” oleh sebuah sistem elektoral yang amburadul..

    seharusnya Moncong bedil anda 100 % ditujukan ke KPU, jangan anda lalu lantas menyeruakkan kalimat satir bahwa Rakyat indonesia yang miskin , lapar dan bodoh itu “bisa dibeli dengan Uang BLT”…

    Yang bodoh itu Anda, dan orang-orang yang nyerocos bersama Anda…sunguh Menjijikkan!

    http://www.apri23.multiply.com

    Rakyat yang miskin lapar dan bodoh memang mudah dibeli dengan BLT. Dan itu berhasil. Soal golput dan partisipasi pemilih itu, Anda sudah benar. Tapi itu bukan 100% permainan KPU. Kalau hanya KPU yg ditembak, maka skenario kekuasaan status quo, sudah berhasil.

    Like

  13. @ bang nirwan

    tapi amien rais belum keluar jg nih… alias belum kelihatan diberbagai media…

    malahan yg menguat ialah Prabowo- Sutrisno bachir

    klo yg maju SB, mhenurut bang nirwan gmn ?

    detik melansir berita, di saat pertemuan Prabowo-SB, SBY berjumpa dengan Amien. 😀 Aneh ya…

    Like

  14. Pengunjung “kedai” ini kuamati cerdas, kritis dan penuh inisitaif mengadopsi cara terbaik untuk memajukan Indonesia.

    Sikap-sikap oposisional yang ditunjukkan jangan tak dihitung oleh Indonesia, termasuk elit politik dan penguasa yang dicaci-maki.

    Bersyukurlah ada Tukang Ngarang, yang lari terus sebagai buronan negara api.

    BPS suka sekali tidak menghitung yang kecil-kecil …

    Like

  15. @ Nirwan

    Saya adalah salah satu dari jutaan orang yang cukup prihatin pada pesta demokrasi ini :

    => Tampak Bodoh dan Kerdilnya bangsa Indonesia Proses Pemilu yang Serba Semrawut/Amburadul.( malu )
    => DPT sejak awal/dini sudah ada warning pada saat Pilkada DKI dengan gelombang Demo “Koreksi DPT” tapi yang terjadi sama sekali tidak ada niat untuk pemutahiran data, lempeng saja. (apa sudah tertutup mata hatinya)
    => Pesta Demokrasi dianggap sepele tak ada kesan bobotnya, “masyarakat menganggap siapapun pemimpinnya akan sama saja”, Memang anggapan itu masih di tolelir tapi jika keluar/mendobrak dari sistem yang selama ini sudah terbentuk akan berbeda cerita.(harapan pemilu akan dapat sistim yang baru,pudar)===> Eeeee harapan itu masih ada….
    => Waktu hari H nya secara psikologis adalah peluang/dimanfaatkan bagi kumpulnya/silahturami keluarga pada pulang/mudik. (kamis, jum’at, sabtu, minggu) 4 hari cukup santai. (KPU melihatnya tanggal 9 dan Pilprespun tanggal 9 yang penting tanggal 9).
    => Jika ditambahkan DPT dan dengan yang tidak terdaftar berarti 40% – 60% yang golput artinya pemilu …….
    => Pemilu yang membuat pilu………..

    Jadi bagaimana Bang, kalau besok kita bikin partai biar tambah ramai………….., hancur iya hehehe….

    ada kemungkinan DPR di periode ini bakal memangkas dan membatasi jumlah partai. ya gimana lagi ya 🙂

    Like

  16. ha..ha…ha… selesai pemilu masih adakah pejabat yang akan berkunjung dan menyanjung rakyat..?

    😦

    Like

  17. Gimana kalo kita Keluarkan fatwa sendiri:

    KPU HARAM …ampun maak..!
    Salam Kenal Mas yg punya Blog..!

    salam kenal juga..

    Like

  18. Ikutan bos.
    Setahu saya dari dulu kpu memang haram. kan mereka manusia masak mau kita goreng atau kita bikin soto, Haram kan ? wkwkwkwkwk.
    Tapi kalau menurut saya sby, mega, jk, amin rais, prabowo, sultan, gusdur, wiranto & lainnya juga haram. Karena mereka juga manusia hahahaha.
    Yg tidak haram adalah tempe yang dibeli dengan uang hasil kerja kita, dan kita goreng dengan minyak yg kita beli dg uang halal juga,, & jg lupa sbl makan baca do’a itu baru HALAL
    Karena TEMPE ADALAH SEGALANYA.

    asal tempenya jgn dicampur babi aja 😀

    Like

  19. Pemilu yang menjijikan ?

    Pemilu yang tampak seperti akrobat perolehan suara partai tak terduga ada yang melambung tinggi ke langit dan ada yang merosot tajam ke jurang yang terdalam semua diluar prediksi baik tim sukses maupun pengamat.

    Ironisnya ada partai berbenderakan agama dengan harapan kedepan dapat berkoalisi dengan tujuan yang sama ternyata berbeda karena ada partai yang didalamnya terdapat faksi2 yang tersembunyi, terjadilah perseteruan yang alot entah apa yang dikehendaki.

    Alangkah baiknya berbenah dan mambangun kembali serta berdiri tegak dibawah panji bendera partai.

    Tidak usah mencari siapa yang salah atau siapa yang benar, ikatkan tali silahturahmi.(seperti kemarin)

    === Harapan Itu Masih Ada ===

    Like

  20. Bererti si abang satu ini tak dapat rejeki…
    Pemilu kemaren sy dapat rejeki dari caleg2, kalau di itung2 lumayan juga.
    Pilpres nanti kira2 sy dapat rejeki lagi nggak ya?????
    HIDUP MONEY POLITIC !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!

    Like

  21. Dan Aneh…

    Selain kata di atas, pemilu kali ini memang aneh. Bayangkan.. ada banyak pemilih PDIP tapi inginnya SBY jadi presidennya. Bahkan pemilih Hanura-pun setelah disurvey, kebanyakan ingin SBY tetap jadi presiden. Jangan-jangan supporter Gerindra pun demikian.

    Tak aneh bila banyak orang Golkar, PPP, PAN atau PKS pun inginnya tetap SBY jadi presiden. Hanya blogger yang ingin ada perubahan.

    Kenapa nggak semua partai itu dilebur dengan demokrat saja. Atau paling tidak jadi “underbow” nya partai tersebut. Atau memang rakyat ingin ada “pengawas” SBY dari partai lain. Atau memang rakyat tak mayoritas suka dengan demokrat tapi kebanyakan suka dengan SBY?

    Aneh, mengapa begitu banyak partai, tapi hanya ada satu calon yang dominan? Sampai-sampai baca media-pun jadi hambar. Tak ada good news.. tak ada bad news….

    “Selamat gigit jari” kata bung moderator.. asal jangan sampai putus jari tergigit.

    Lucu membayangka Sultan, Mega, Wiranto dll jadi berwajah pucat basi melihat hasil quick count. Semuanya takut malu apabila kalah melawan SBY di pilpres.

    Sampai-sampai Gusdur-pun hanya menyodorkan Yenni jadi menteri saja. Wooooii ada apa ini, ko pada takut jadi capres?

    Like

  22. Pemilu Legislatif sudah lewat, kini disetiap daerah terjadi kisruh hasil perhitungan suara, memang harus diakui kalau Pemilu 2009 ini adalah Pemilu terburuk dalam sejarah, akan tetapi kalau kita flashback ke pemilu-pemilu sebelumnya, setiap perhitungan suara selalu bermasalah, baik dari segi DPT sampai pada masalah pelanggaran money politic. Dan seperti biasanya hal ini akan berakhir tanpa ujung dan hanya menjadi catatan saja tanpa ada tindak lanjut.

    System suara terbanyak yang dipakaipun sangat-sangat berhasil, sehingga tidak sedikit caleg dengan nomor urut besar yang terpilih.

    Akan tetapi kita harus bertanya kembali, apakah pemilih menggunakan hak pilihnya berdasarkan visi misi sang caleg atau berdasarkan besarnya bayaran yang di dapat ?, karena sebetulnya money politic pada Pemilu kali ini sangatlah fulgar, tidak ada lagi rasa malu ataupun takut untuk memberi ataupun menerimanya, bahkan sudah menjadi kebiasaan masyarakat perkampungan untuk begadang pada malam sebelum pencoblosan/pencontrengan di depan rumah masing-masing menunggu datangnya sang pemberi rezeki (team caleg) bak sinterklas pada malam natal.

    Hal ini dianggap adat pada setiap Pemilu di Indonesia dikarenakan tidak pernah ada tindakan yang tegas dari Panwaslu, Pemerintah maupun Kepolisian, sehingga apapun cara yang dipakai oleh caleg untuk menang dianggap biasa, toh kalau sudah terpilih tidak akan bisa dirubah lagi, kalaupun ada pelanggaran money politic jawabannya sudah klise yaitu bukan yang bersangkutan yang melakukannya, sehingga tidak ada bukti yang kuat. Padahal kalau Pemerintah serius dengan masalah ini, Pemerinta bisa membuat UU atau Peraturan bukan hanya untuk Partai ataupun Calegnya saja, akan tetapi untuk team caleg bahkan untuk masyarakat yang menerimanya.

    Akibat dari lemahnya Peraturan money politic tersebut, maka tidak heran kalau banyak sekali caleg-caleg yang gagal kecewa dan stress, bahkan bunuh diri karena tidak kuat menanggung resiko.

    Caleg-caleg yang gagal akan tetapi tidak melakukan money politic lebih legowo ketimbang caleg yang gagal tetapi melakukan money politic (kalah besar serangan).

    Kalau melihat Pemilu Legislatif kemarin, sangat kuat keyakinan kalau Pemilu Pilpres nanti akan hujan tebar materi, dan masyarakat makin diajarkan kecurangan, kita harus mengakui kalau masyarakat kita tidak sama dengan masyarakat di Negara-negara lain. Masyarakat kita belum bisa menentukan sikap tanpa imbalan, karena memang kenyataan siapapun yang menang toh masyarakat tidak pernah memperdulikannya karena mereka tidak pernah diperdulikan.

    Mudah-mudahan ini menjadi catatan untuk setiap peserta Pemilu bahwasanya pemenang tidak bisa diprediksi sebelum hari H, yang ada hanyalah ikhtiar dan harus di ikhlaskan apapun yang terjadi.

    pemerintahan SBY sangat serius menyiapkan pemilu untuk kemenangan demokrat. Persoalan DPT pileg yang sangat-sangat serius saat ini hendak dipeti-eskan dan dianggap angin lalu. DPT, sistem penghitungan IT dan manual, adalah hal-hal paling krusial yang justru menjadi titik terparah dari pemilu. Dan masyarakat kini tak mau rugi dan tk akan membiarkan orang-org parpol lenggang kangkung begitu saja.

    Like

  23. pemilu yg aneh,kalau nafsu berkuasa sudah menguasai…..cara apapun akan di halalkan.Cara2nya mirip orba neh hihiihii

    Like

Leave a comment