Dian yang Tak Kunjung Padam


Sutan Takdir Alisjahbana adalah masterpiece Indonesia. Dialah yang membuat kalimat itu, sebuah kalimat luar biasa yang hanya bisa keluar dari perenungan mendalam. Atas apa? Atas cinta.

* * *

Palestina adalah hati yang terluka. Sakitnya dirasakan hingga ke Indonesia, ke Sumatera Utara, ke sebuah rumah yang terpaku melihat pembantaian Palestina di sebuah kotak kaca yang hidup. Mengapa kita mesti sakit, merinding, marah, sedih dan menitikkan air mata. Mengapa Michael Hart harus menulis lagu untuk Gaza. Mengapa?

Manusia memang tak pernah paham-paham makna cinta. Dialah misteri yang tak berjawab dan teka-teki tak terungkap.

Seorang ibu tiba-tiba harus menangis ketika anaknya akan diopname di rumah sakit. Seorang istri sekonyong-konyong sumringah ketika suaminya mengetuk pintu dan membawakannya bubur ayam. Seorang anak terbahak-bahak ketika dia bersama ayahnya bermain Downhill di PS 2. Seorang kakek menahan-nahan dengan kuat sesak nafasnya ketika cucunya mengajaknya berlari. What is all about?


Itulah hubungan yang tanpa kepentingan. Itulah hubungan yang tak perlu memprediksi seberapa jauh hubungan itu akan berakhir. Itulah relasi antar manusia yang tidak pernah melongok-longok ruang sejarah dan mencari jawab mengapa mereka mesti berhubungan. Itulah relasi yang penuh keikhlasan.

Ikhlas itu apa? Islam punya surat Al-Ikhlas. Isinya membuat merinding luar biasa. “Katakanlah Allah itu esa, dia tidak beranak dan diperanakkan, dia tempat meminta, tak ada satupun yang menyerupai dia.”

Keikhlasan adalah satu, dia tidak dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh, delapan, sembilan ataupun nol. Dalam hubungan manusiawi, Muhammad menjabarkan itu dalam kalimat, “Tidak beriman seorang mukmin, sebelum dia mencintai manusia lain seperti dia mencintai dirinya sendiri.” Kalimat itu menegaskan bahwa kategorisasi mencintai manusia lain diletakkan Muhammad dalam kerangka keimanan, dalam kerangka tauhid, dalam kerangka pengakuan kepada Allah sebagai Tuhan.

Keikhlasan adalah penganggapan bahwa yang di luar manusia itu adalah “kita”. Lebih jauh dari itu, “kita” itu adalah “aku”. Dia menjadi subjek tunggal kembali. Dia melebur kembali dalam tubuh yang satu. Suami dan istri adalah dua orang manusia yang berbeda dan kemudian menjadi satu ketika telah membacakan ijab kabul. Hak dan kewajiban adalah dua hal yang dileburkan menjadi satu. Bila seorang istri menganggap melayani suaminya adalah kewajiban, maka ijab kabulnya belum melebur. Bila seorang suami menganggap pemberian nafkahnya kepada istri adalah kewajiban harian, mingguan atau bulanan, maka belum kuatlah ijab kabulnya. Namun, ketika dia menganggap memberi nafkah kepada istrinya adalah sama ketika dia menyuapkan nasi ke mulutnya, maka itulah makna ijab kabulnya.

* * *

Sudah betullah bila Indonesia meletakkan kerangka anti penjajahan dalam bait pertama Pembukaan UUD 1945. Penjajahan merupakan tema sentral yang ada di muka bumi sejak Adam diciptakan. Iblis merasa dirinya “terjajah” dengan penciptaan Adam, dan kemudian Qabil pun menjajah saudaranya Habil karena ketidaksenangannya pada plot Adam soal perkawinan silang.

Semua masalah penjajahan dalam arti yang definitif, adalah persoalan “tanah”, bahan mentah dalam penciptaan manusia. Persoalan penjajahan adalah menjawab pertanyaan di manakah batas-batas “tanah dan air”. Itu persoalan hakiki manusia, bahwa tanah menjadi tempat manusia bertapak dan berusaha eksis di muka bumi. Di abad 21, pencapaian teknologi manusia ke luar angkasa pun diletakkan dalam kerangka itu: kegelisahan bahwa dunia yang semakin sempit dan mungkin saja di planet luar sana masih ada tempat manusia untuk bisa bermukim.

Ketidaksenangan Indonesia pada penjajahan Israel pun diletakkan dalam kerangka itu. Israel yang dulunya hanya punya wilayah secuplik pemberian Inggris, kini justru semakin digdaya dan membuat Palestina semakin sempit dan terjepit.

Tapi pemikiran pragmatis politis itu tentu tak cukup. Lebih jauh dari itu adalah sakit yang dialami umat Islam Indonesia pada nasib saudaranya yang di Palestina sana, yang telah terjadi selama puluhan tahun. Umat Islam Indonesia dan Palestina disatukan oleh kecintaan dan keikhlasan sebagai sesama muslim, sebagai sesama makhluk yang punya Tuhan yang sama. Sebagai sesama manusia yang sama-sama menuju Tuhan yang sama.

Karena kesamaan tujuan itu pula, maka tak seharusnya saudaranya disakiti, dibantai, dibunuh dan dijajah. Orang mungkin menertawakan, mengapa pula umat muslim di Indonesia mesti berpusing-pusing memikirkan Palestina. Apalagi kondisi Indonesia sendiri sedang sekarat. Dan jangan-jangan, orang di Palestina sana pun tak berpikir soal kondisi Indonesia?

Pola pikir begini memang pola pikir orang yang cemburu pada persaudaraan hakiki Islam. Mereka-mereka yang begini ini, masih memasung dirinya dalam konsep pemikiran untung rugi. Ini pola pikir pedagang. Pedagang itu ada yang muslim dan banyak yang non muslim. Karena pedagang itu lebih banyak yang non muslim, tak heranlah bila orang-orang muslim itu masih miskin-miskin.

Pola pikir seperti ini tak akan pernah bisa memahami konsepsi cinta yang tak pernah menuntut tapi hanya ingin memberi. Yang patut dimintai itu bukan manusia Palestina, tapi Tuhan. Dengan kata lain, kalau umat Islam mau menuntut balasan, bukan ditujukan pada manusia Palestina, tapi pada Tuhan mereka yang sama.

Pola pikir pedagang seperti itu akan masih dilanjutkan dengan ejekan-ejekan utopia kepada umat Islam. Toh, Tuhan pun tak peduli dengan umat Islam di Indonesia dan di Palestina. Mengapa umat Islam dibiarkan dalam kondisi menyedihkan seperti itu? Persaudaraan macam apa, kalau umatnya pun sering berkelahi? Persaudaraan kok sukanya kekerasan dan tak suka damai? Solider pada Palestina kok’ gak solider sama nasib Islam di negeri sendiri? Sama-sama Islam kok partai-partai Islam tak mau bersatu? Itu semua dalam kerangka pemikiran sama yaitu bukan hanya umat Islam yang sedang bermimpi di siang bolong tapi bahkan Tuhan pun juga sedang tertidur!

Ada dua motif melihat ejekan itu yaitu ketidakmengertian soal Islam dan kedua adalah serangan kepada Islam. Dan itu akan sangat gampang diketahui. Yang bisa saya sampaikan di tulisan ini adalah mengaburkan persoalan Gaza Palestina menjadi persoalan Hamas semata dan bukannya bangsa Palestina dan Islam secara keseluruhan, bukan berada di motif yang pertama, melainkan sudah dalam rangka gerakan di motif kedua: serangan terhadap Islam. Bila gerakan ini sudah bisa dicium, tak terlalu sulit menariknya untuk melihat design penghancuran Islam besar-besaran dan sedalam-dalamnya.

Cemburulah kalian secemburu-cemburunya. Irilah kalian, seiri-irinya. Dengkilah kalian sedengki-dengkinya. Ejeklah kami sehina-hinanya. Tertawakanlah kami seterbahak-bahaknya. Semakin kalian cemburu, semakin Islam dan umat Islam berpeluk-peluk dalam cinta dan kasih-sayang. “Kalian bisa menghancurkan sekolah dan mesjid-mesjid kami, tapi semangat itu tak akan pernah hilang dari hati kami. We will not go down,” tulis Michael Hart.

Dian itu memang tak akan pernah padam. (*)

11 thoughts on “Dian yang Tak Kunjung Padam

  1. ISLAM indonesia…..
    sama sekali tidak mencerminkan nilai nilai islam itu sendiri…
    GUSDUR VS HABIB RIZIQ. (sama sama islam).
    apa mereka tidak tahu akhlak…???
    islam di indonesia ada ratusan macam…masing2 saling iri & dengki…(sama sama islam).
    apa mereka tidak tahu akhlak…???
    SBY VS MEGA (sama sama islam).
    mereka bersaing politik dengan cara2 yg jauh dr nilai2 islam….
    apa mereka simbol dari agama islam…???

    so…..
    ada yg salah dengan cara kita mengimani islam itu sendiri……

    Anda sangat benar. Semangat tulisan ini, di antaranya, adalah karena ada kesalahan mendasar dari cara umat Islam mengimani Islam. Dan untuk mencari itu, butuh waktu yang panjang. Tak akan mudah memang, tapi sembari bekerja sehari-hari, mari luangkan waktu untuk melongok masalah itu. Karena tak tepat pula, kalau umat islam langsung menyingkirkan masalah itu sakingkan ruwetnya permasalahan itu di Indonesia (dan di dunia) ini. terimakasih atas komentar Anda. 🙂

    Like

  2. saya pernah lihat seorang habib (dari FPI) ketika ceramah agama melakukan provokasi pembunuhan terhadap warga ahmadiyah….
    dia begitu berapi2…dengan perkataan….”MARI KITA BUNUH SEMUA PENGANUT AHMADIYAH….!!!” “BUNUH SAJA…..HALAL HUKUMNYA…PERSETAN DENGAN HAK ASASI MANUSIA”.

    ?!???………….

    Like

  3. taon 2003 … hasyim muzadi (ketua PBNU) bilang : wanita haram hukumnya menjadi pemimpin.
    weleh2…..GILIRAN dia di lamar PDIP untuk jadi WAPRES pendamping megawati di pemilu 2004….SEMUA dalil2 hukum agama yg dia fatwa kan kepada warga NU…dia simpen rapet2 dalam brankas “ketamakan” nafsu berkuasa……

    lihatlah FPI…..apa yg bisa di banggakan dari organisasi ini…???
    menyandang nama “front pembela islam”….tp kelakuan terlihat seperti BAR – BAR….!!!
    “ATAS NAMA KEIMANAN KEMUDIAN MEMBENARKAN KEBATILAN”

    MUI …..organisasi aneh…ulama kok jualan fatwa…??? fatwa kok di jual..??? emank yg bikin islam situ ….???

    negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia…berwajah setan..!! di sini segala kelakuan setan tersedia…mulai dari korupsi..manipulasi..sampe mutilasi…..!! semuany “halal” di negeri ini…..

    negara MUSLIM tp tak mau bertobat……

    karena semuanya halal di negeri ini, sekarang ulama makin gila-gilaan mengharamkan. Parahnya, yang sudah halal diharamkan, yg sudah haram dihalalkan. Tulisan tuhan mengenai itu, memang betul-betul terjadi di Indonesia ini.

    Like

  4. Bang, tidakkah kejadian lebih miris kita lihat di sekeliling kita? persis di sekitar kita dan bahkan masuk kategori sanak-keluarga/teman dekat/tetangga.
    Pekerjaan sulit, gaji tidak manusiawi, barang-barang mahal, korupsi/kolusi/nepotisme, kesehatan mahal, pendidikan mahal, tempat tinggal layak nyaris sulit didapat. Belum lagi pembangunan merambat dan stagnan, infrastruktur luar biasa rusaknya, oknum PNS bak raja yang harus dilayani bukannya melayani, dll.

    Saudara-saudara kita ini mati pelan-pelan dengan cara sehalus-halusnya. Kematian yang lebih sakit dan mengiris dari pembunuhan yang secepat kilat di Palestina. Jutaan jumlahnya di antero negeri ini. Jutaan itupun pasti mayoritas adalah Muslim. Sebanyak ini sudah sekategori dengan tubuh mati tak berpengharapan. Tragedi yang jauh lebih dasyat dari Palestina.

    Tapi kenapa hanya sedikit yang meratapi (yang katanya berpendidikan, berpengaruh, mahasiswa, parpol, ulama, agamawan/rohaniawan yang suaranya dibutuhkan si miskin dan yang tak berdaya). Kenapa hanya segelintir yang berapi-api memuntahkan mesiu kebencian atas kesengsaraan ini seperti kemarahan atas Palestina? kenapa tidak ada demo bergelombang ke Istana Negara, Gedung MPR/DPR, gedung pemerintah lainnya?
    Apakah sengsaranya rakyat negri ini sudah dianggap lumrah dan disikapi biasa saja atau malah jadi bahan tertawaan?, sedang terpantik sedikit saja kejadian di Palestina sudah bikin meradang?

    Jadi bang, sisakanlah sedikit saja rasa sedih/kasihan/cintamu itu untuk sekeliling kita yang hampir mati itu (yang jumlahnya sangat-sangat-sangat jauh melebihi di Palestina). Jangan habiskan semua untuk yang nun jauh di Palestina sana.

    terimakasih atas komentarmu, sobat. Saya akan selalu ingat dengan “tamparan” ini. Sekali lagi, terima kasih. 🙂

    Like

  5. @ pemerhati

    Bukankah rakyat telah berusaha dengan berbagai upaya silih berganti dan beragam masalah didalam negeri tapi dasar pemerintah yang tambeng maka terakumulasilah keluar, kebuntuan dalam negeri mengangkat peduli kemanusiaan cukup dapat respon ada sinergi baik pemerintah maupun masyarakat.

    Negara kita adalah negara yang penuh potensi baik dari SDA, SDM, Iklim dan tidak ada blokade seharusnya makmur rakyatnya tapi yang sejahtera hanya kelompok2 itu saja dengan multi usahanya dan menginvestasikan dananya ke luar negeri, selalu penuh sesaknya pengurusan visa keluar negeri berarti tidak adanya keseimbangan keberpihakan terhadap masyarakat disisi lain begitu memprihatinkan, ke tidak sepadanan dengan rentangnya begitu jauh antara sikaya dan si miskin.
    Di DPR sekarang yang terlihat anggotanya hanya lirik2an proyek bukan lagi kepentingan pada mayarakatnya.

    Lalu apalagi yang harus diupayakan pada pemerintahan saat ini ???

    Bagi Palestina, Dana yang terkumpul dari bantuan2 sebaiknya di alokasikan ke Perangkat militer dahulu sebagai perimbangan dan pertahanan, karena jika di proyeksikan pada bangunan kelak setelah pulih akan di bumi hanguskan kembali.

    Semangat masih ada tapi tanpa alat akan hancur dengan sendirinya…….

    Like

  6. @bung taUbat
    Buat oknum pemerintah,anggota dewan, aparat, parpol yang simultan menjerembabkan rakyat ke jurang dalam, jawabannya: sumpahi sampai kering tenggorokan, didemo habis2an, bila perlu, bunuh kalau ketemu !!

    Toh kita punya FPI, dan sejenisnya: rangsek pejabat/aparat tikus hingga ke gorong-gorong, pentungi, injak, bogem, sayat, smackdown, sembelih. Pejabat/Aparat seperti itulah sebenarnya bermoral germo/cabul/durjana/bejat.

    Rekan-rekan (alm) Amrozi: bom semua rumah-rumah mereka. Hingga bau gosong tubuh mereka sekalipun tak berbekas dan jadi debu.

    Harusnya seperti itu. Yakinlah, orang-orang miskin akan meluncurkan DOA bertali-tali tiada henti hingga ke langit tak terhingga atas orang-orang yang bantu pelepasan kesedihan mereka.

    Like

  7. Senyum bangga terpampang di baliho, muka badak tidak tahu diri banyak penderitaan di masyarakat karena kelompokmu, masih juga berharap hendak mendapat simpati dari masyarakat.

    Hanya satu cara ” JANGAN PILIH DIA”

    Like

  8. Aduh commentnya minta ampun. jangan ngomel mulu dong. Doa nya mana? Khan enga semuanya rusak baik masyarakat maupun pemerintahnya. Kalo mengenai Palestina, bangsa Indonesia selain bisa membantu dg cara menymbang uang, bisa juga dg cara memboycot produk Isreal. Barcode product made in Isreal: 729. Selain itu perusahaan yg menyisihkan 10 percent keuntungannya untuk Israel Raya: Estee lauder, Kimberley-Clark, Coca Cola, Nestle, Sara Lee, L’Oreal, Johnson & Johnson, River Island, Selfridges & Co, Disney, Revlon, Biotherm, Pryca, Scott, Hema, Huggies, Mark & Spencer, maybelline, Ralp Lauren, Carrefour, Lindex, Origins, Clinique, Aramis, Donna Karan, Nescafe, KitKat, Kleenex, Maggie, Redken, Danone, JC Penney, Kalvin Klein, Lancome, Vichy, HR, Kotex, J Crew, and BOSS. Nah botycot dong!!!
    Untuk lebih lengkapnya go to: http://www.bdsmovement.net atau http://www.stopthewall.org atau http://www.pacbi.org

    Like

  9. apakah perlu bung, minta MUi untuk mengeluarka Fatwa : Tidak Peduli Masalah Palestina itu haram!…Peduli atau tidak itu masalah pilihan orang, lagi pula orang punya “area keprihatinan” yang berbeda dengan yang lain. ..Jika dibilang “muslim adalah bersaudara”, toh di negeri ini, di belahan dunia lain seperti yang anda bilang banyak muslim–yang maaf “blangsak hidupnya!” dan itu perlu keprihatinan yang sama. teman saya tampak aktif sekali menggalang dukungan, baik moril maupun dana untuk muslim korban lumpur lapindo, dan setahu saya, dia tampak “tak berapi-api” terhadap palestina-tidak seperti tulisan anda ini..dan itu sah-sah saja!..

    Lagipula, SBY sudah menyatakan dukungan, keprihatinan terhadap warga GAZA (palestina) dan protes keras dengan agresi israel–sebagai Presiden –yang mewakili seluruh rakyat indonesia (RI), jadi bagi “yang acuh” terhadap palestina-pun dalam hal ini sudah diwakili oleh SBY.

    Jika memang harus peduli, tampaknya anda -pun harus menelisipkan kata “keadilan” di sana, jangan sampai, muslim yang satu cemburu dengan muslim lainnya, hanya karena muslim yang satu lebih Peduli ketimbang muslim lainnya…

    misalnya Konflik darfur…Jutaan orang muslim mengalami GENOSIDA tetapi dunia muslim–termasuk anda tampak acuh saja, apa karena yang melakukan “kedzaliman” itu orang-orang muslim sendiri, yaitu rezim islamis Omar al basyir yang berkolaborasi kotor dengan milisi arab Janjaweed..

    jika begitu, saya kira, ada yang salah dengan wacana “kepedulian” ini..?

    –salam–

    Like

  10. @ Ryono

    Pemimpin2 duniapun ikut prihatin atas agresi israel, tapi bukan hanya prihatin saja lalu bisa menyelesaikan perkara.
    yang dibutuhkan aksi nyata dilapangan dengan kondisi dari awal perseteruan seharusnya pasukan perdamaian Indonesia berada di tengah2 keduanya. yang dibutuhkan inteligensia dan inisyatif karena keberadaan pasukan indonesia jaraknya hanya 30 km dari komplik, sudah jelas2 PBB tidak dapat diharapkan kemungkinan kemusnahan dan kehancuran tidak separah itu.

    Pasukan yang hanya jadi penonton agresi lalu dihargai lewat telpon langsung yang disaksikan se tanah air.

    Like

Leave a comment