Orang Miskin Sumut per Maret 2008, 1,6 Juta orang!


Laporan ekonomi Bank Indonesia Medan triwulan II 2008 menyebutkan angka luar biasa pada jumlah orang miskin di Sumatera Utara. Disebutkan, per Maret 2008, orang miskin di Sumut mencapai 1.613.800 orang atau 12,5% lebih dari total penduduk Sumut.

Sekilas dalam statistik, satu juta orang dan persentase itu tak ada apa-apanya. Tapi bisakah Anda bayangkan, di daerah yang kaya raya ini, orang miskin di sini lebih dari satu setengah juta orang?

Satu orang miskin pun di kawasan Anda itu adalah tragedi, konon pula satu juta orang. Saya membayangkan, bila satu juta orang lebih ini dikumpulkan dan dibariskan di seluruh jalan-jalan yang ada di kota Medan, kemudian mereka ini berdemo di sepanjang jalan Diponegoro (kantor Gubernur), jalan Imam Bonjol (DPRD Sumut/DPRD Medan, Bank Sumut, BPKP, Bank Mandiri), jalan Balaikota/Raden Saleh (Kantor Walikota Medan, Bank Indonesia), jalan Gatot Subroto (salah satu sentra bisnis), dan jalan-jalan lainnya di kota Medan… dan kemudian, mereka ini menuntut janji dari pemerintahan Syamsul Arifin-Gatot Pudjonugroho yang katanya berasal dari partai-partai populis itu dan berkampanye “Rakyat Tidak Lapar, Tidak Bodoh, Tidak Sakit”….

Dan lebih dari itu, bila satu juta orang lebih ini dikumpulkan dan disuruh berbaris di sepanjang pulau Sumatera, bergerombol bersama orang-orang miskin lainnya di pulau yang kaya-raya ini, menuntut pemerintahan negara Indonesia yang dipimpin oleh Susilo Bambang Yudhoyono dan pengusaha kaya Yusuf Kalla itu ….

Sesungguhnya, sesungguhnya, sesungguhnya, sesungguhnya ….. kata pembukaan UUD 1945.

8 thoughts on “Orang Miskin Sumut per Maret 2008, 1,6 Juta orang!

  1. kl rakyat miskin Sumut 1,6 juta org
    berarti mewujudkan rakyat Tidak Lapar
    bs jadi berhenti sebatas wacana doang
    *itu PR berat Gubernur awak tu,
    kl terbukti nanti jmlh rkyt miskin
    tak juga berkurang…..bah sudah
    bisalah dia disuruh mundur yo

    mesti ada kritik, gugatan dan tuntutan…lebih dari itu kukira bagaimana keberpihakan dan perlindungan dari pemimpin terhadap rakyatnya miskin…bodoh dan sakit…partai pendukungnya pun kulihat sekarang lebih banyak berkampanye…ini jelas kemunafikan massal …

    Like

  2. Bung Nirwan,
    Apa definisi Miskin, dan kategorinya seperti apa?

    begini. Itu data BI dan saya kira itu diambil dari BPS. Itu pun mesti kita kritisi. Seandainya, BPS menerapkan indikator kemiskinan kepada orang yang hanya berpenghasilan Rp 300 ribu sebulan (atau Rp 3 ribu per hari), apakah orang yang berpenghasilan Rp 325 ribu perbulan sudah dianggap tak miskin lagi? Ke golongan mana mereka dimasukkan. Jadi, rentang kemiskinan itu sebenarnya sangat lebar. Jadi seandainya ada 1,6 juta warga Sumut yang miskin, bagi saya, kalikan saja tiga (atau empat?) kali lipatnya…sehingga didapatlah hasil kurang lebih 50% penduduk kita itu masuk dalam kategori miskin. Analogi sederhananya adalah bila Rp 300 ribu dianggap miskin, maka bila penghasilan itu dikalikan tiga, didapat hasil Rp 900 ribu. Katakan saja, yang Rp 900 ribu sudah dianggap memadai untuk kebutuhan sehari-hari (karena variabel tabungan, pendidikan dan kesehatan tentu belum termasuk di sana), atau “rentang aman dari kemiskinan”.

    Dengan demikian, konsep BLT yang diusung pemerintah yang menggunakan indikator kemiskinan seperti itu, saya menganggapnya cuma bullshit semata. Pemerintah negeri ini tak pernah bertindak bagi kemiskinan, dan menganggap soal kemiskinan seperti laiknya kerupuk saja.

    Like

  3. Ini merupakan sebuah realita bahwa kalangan elite, memang tetap menginginkan adanya orang miskin, di republik ini.

    Hembusan demokrasi dan HAM dari negara luar, ternyata membuat lupa para elite di republik ini lupa. Amandemen UUD 1945, beberapa waktu lalu, menunjukkan para elite bangsa hanya fokus kepada persoalan demokrasi dan HAM.

    Terhadap kesejahteran rakyat bagaimana? Kayaknya, kurang terfikirkan tuh !

    Simak saja pasal 34: 1 UUD 1945. “Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh Negara”.

    Makna kata “dipelihara” itu gimana sih?. Jaga, asuh, rawat dan sebagainya. Tujuannya? agar yang “dipelihara” dapat memberikan kontribusi dan sebagainya dan sebagainya dan sebagainya.

    Nah, kalau sudah “diperlihara”, gak mungkin punah. Malah diharapkan kian berkembang.

    Jadi, kalau difikir-fikir, merujuk pasal 34:1 UUD 1945, kemiskinan itu memang maunya negara, bukan kemauan rakyat.

    Kalau gak percaya, tanya saja sama mereka yang punya hak membuat dan mengamandemen UUD 1945. Ha..,ha.., ha…. Sorry cuma Joke

    Like

  4. Ini merupakan sebuah realita bahwa kalangan elite, memang tetap menginginkan adanya orang miskin, di republik ini.

    Hembusan demokrasi dan HAM dari negara luar, ternyata membuat lupa para elite di republik ini lupa. Amandemen UUD 1945, beberapa waktu lalu, menunjukkan para elite bangsa hanya fokus kepada persoalan demokrasi dan HAM.

    Terhadap kesejahteran rakyat bagaimana? Kayaknya, kurang terfikirkan tuh !

    Simak saja pasal 34: 1 UUD 1945. “Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh Negara”.

    Makna kata “dipelihara” itu gimana sih?. Jaga, asuh, rawat dan sebagainya. Tujuannya? agar yang “dipelihara” dapat memberikan kontribusi dan sebagainya dan sebagainya dan sebagainya.

    Nah, kalau sudah “diperlihara”, gak mungkin punah. Malah diharapkan kian berkembang.

    Jadi, kalau difikir-fikir, merujuk pasal 34:1 UUD 1945, kemiskinan itu memang maunya negara, bukan kemauan rakyat.

    Kalau gak percaya, tanya saja sama mereka yang punya hak membuat dan mengamandemen UUD 1945. Ha..,ha.., ha…. Sorry cuma Joke

    bisikkan sama datuktu..hati-hati dia…hahahaha 😀 tenkiu bang!

    Like

Leave a comment