Penguasa UMSU: “Bahdin Syamsudin”


Beberapa hari ini, keranjang komentar saya dipenuhi tanggapan, hujatan sampai kepedulian yang dalam terhadap almamater saya, Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU). Sebagian besar menyatakan terkejut, mengapa di sebuah organisasi pendidikan yang luar biasa ini dan berdasarkan asas-asas Muhammadiyah, justru kebobrokan khas orde baru berlomba-lomba dipertunjukkan.

Sebagian menyayangkan mengapa PP Muhammadiyah, tidak arif melihat hal ini dengan mengangkat sosok rektor yang penuh konflik dan jadi pusat masalah, Bahdin Nur Tanjung. Ketua PP Muhammadiyah, Din Syamsudin, yang notobene justru kawan dekat Bahdin, memang tidak bisa diharapkan. Selain berkawan sejak ikut di Golongan Karya -sejak zaman Orde Baru lalu-, mereka juga pernah di KNPI dan kemudian bersatu lagi di PP Pemuda Muhammadiyah. Bahkan kedekatan ini membuat pameo baru yaitu “Bahdin Syamsudin”.
Sosok Bahdin, jelas kontroversial untuk sebuah lembaga pendidikan yang agamis. Track record-nya di dunia politik Sumatera Utara, sudah banyak diketahui. Ironisnya, kekejiannya lebih umum muncul dari kebajikan. Praktek korupsi dan manipulatif terhadap aset-aset umat Islam, sungguh tak dinyana.

Beberapa waktu lalu, bahkan namanya tercatat sebagai salah satu pendukung Propinsi Tapanuli. Di Sumatera Utara, itu isu sensitif karena selalu dilatarbelakangi unsur SARA. Ironisnya, Pimpinan Wilayah Muhammadiyah dan MUI SUmut, sudah menolak merekomendasikan pembentukan protap.

Isu ijazah pasca sarjana (Magister Manajemen) Bahdin pun dipersoalkan kredibilitas dan keabsahannya.

Persoalan-persoalan ini kemudian memunculkan dugaan: jangan-jangan Muhammadiyah telah retak?

Tunggu dulu. Pandangan ini tak benar secara kualitatif. Tapi secara kuantitatif politik kemasyarakatan, itu bisa dimaklumi. Para pencuri di Muhammadiyah, jelas punya pengikut yang menikmati hasilnya. Namun, dengan adanya perjuangan untuk menyelamatkan Muhammadiyah, maka pesan KH Ahmad Dahlan, dan yang terpenting amanah dari Allah, masih tetap dijaga. Itu maksud saya secara kualititatif.

Setakat ini, itu dulu yang ingin saya tulis. (*)

9 thoughts on “Penguasa UMSU: “Bahdin Syamsudin”

  1. aku juga salah satu alumni Univ. Muhammadiyah yang juga ikut menyayangkan kenapa preman bisa jadi rektor di universitas islam…kalo sudah begini..rasanya kejadian orde baru akan terulang di kampus muhammadiyah di Medan tercinta ini..
    satu-satunya jalan adalah melawan………….
    Bravo buat temen-teman yang masih tetap melawan untuk mendapatkan kebenaran…
    Bravo……….bravo…………….

    Like

  2. Mainkan ketua, bantai terus… Jangan kasi bernapas udin dua tuh.. kalo perlu naikkan di BERANDA. he..he.. Pokoknya, kita dukung terus. Tapi dari belakang aja.

    Btw, udah lihat saya hattrick waktu lawan LUTON TOWN kan? he

    Like

  3. Di bawah kekuasaan Dien Syamsuddin, Muhammadiyah hanyalah sebuah situs kerinduan terhadap orde baru. Selagi masih tidur pulas, Muhammadiyah memang amat cocok untuk Dien. Relakan sajalah Bahdin Syamsuddin menikmati kejumudan ini bersama para pewaris gelap atas aset Muhammadiyah itu, seperti Dalail sang kader Alwashliyah, Buchari Sibuea yang orang NU itu, Agussani yang pendekar seni beladiri pertahanan keselamatan hidup itu, atau Arman dan Sukhrawardi yang mendadak kaya raya itu.

    Mungkin ada kepuasan tersendiri bagi Dalmy Iskandar untuk semua kekacauan yang diawalinya itu. Tentu juga bagi Khairuman Pasaribu, paman Bahdin, yang memulai korupsi tergelap ini. Masya Allah.

    Like

  4. @ gerrard: hehehe … golmu itu cuma kebetulan saja 😀

    @ Zul Aspan: Saya sudah di kampus itu, sejak Dalmy Iskandar menguasainya. Saya masih tetap di kampus itu, ketika Chairuman Pasaribu melantik para sarjananya. Untunglah, saya masih melihat keberingasan Bahdin Nur Tanjung walaupun sudah tamat dari sana. Muhammadiyah bukan sedang tertidur, tapi sedang dipenjara, sehingga harta-hartanya pun dirampok.

    @ anak kampus: 😀 luar biasa betul singkatannya hehehe …

    Like

  5. Wah,,,wah,,,saya tidak menyangka hal ini sebegitu parahnya. Walaupun saya dari Jabar–dan anggota Muhammadiyah, saya turut menyaksikan sebuah pertunjukkan drama penuh kepentingan.

    Selama saya ikut IRM, remaja mestilah kritis dalam menghadapi persoalan. Dan saya senang karena Muhammadiyah selalu bisa–dan harus bisa– melakukan otokritik. Selama anggota Muhammadiayh sendiri kritis (dalam artian menjaga amanah agar Muhammadiayh tetap berada di jalur yang benar), Insya Allah Muhammadiyah terus menjadi agent of change di tengah2 masyarakat. Amien,,,

    Like

  6. @ kiki: bagaimana kalau ini adalah sebuah tragedi? 😦

    Saya yakin Muhammadiyah akan tetap berubah. Tajdid yang dikumandangkan Ahmad Dahlan, justru merupakan “perintah” bahwa kejumudan merupakan barang haram dalam Muhammadiyah.

    Like

  7. Beginilah klo orang sudah cinta dunia menduduki suatu jabatan….Ganjaran dari Allah bukan lagi hal utama . menggunakan agama untuk mendapatkan keuntungan dunia..ikromul muslimin sudah lenyap….yang tinggal lah fanatisme semu golongan……

    Like

  8. memang yang berkuasa di UMSU itu semua Famili 100 atau setaliannya… Bajingan semua itu….malu aku sebagai alumni FKIP UMSU melihat kondisi UMSU yang seperti itu… Seingatku Motto di Muhammadiyah adalah HIDUP-HIDUPILAH MUHAMMADIYAH DAN JANGAN MENCARI HIDUP DI MUHAMMADIYAH… namun sekarang sudah berubah menjadi HIDUP-HIDUPILAH DIRI DI MUHAMMADIYAH DAN JANGAN CARI HIDUP DI TEMPAT LAIN… Yang paling bajingan merusak UMSU adalah BAHDIN, ELFRIANTO, NURAIN LUBIS, AGUSSANI, dan banyak lahi…cuih..

    Like

Leave a comment